Koordinator Forum Komunikasi Lintas Etnis Sumatera Utara Hanief Palopo Wibowo. (foto: rel) |
INILAHMEDAN - Jakarta: Koordinator Forum Komunikasi Lintas Etnis Sumatera Utara Hanief Palopo Wibowo meminta dunia kampus harus netral dari kepentingan politik sesaat. Apalagi harus ikut terlibat dukung mendukung calon pada Pilkada.
"Kampus harus bebas nilai, tidak boleh tersekat oleh kepentingan politik sesaat, apalagi ikut terlibat dukung mendukung pasangan calon dalam Pilkada," kata Hanief di Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Menurut pengamat sosial politik Sumatera Utara ini, tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan dan proses terbentuknya akademisi yang berkarakter di kampus harus dijaga dari kepentingan politik sesaat. Seluruh warga civitas akademika, kata dia, memiliki beban moral dan etika untuk menjaga netralitas dalam pesta demokrasi yang sedang berlangsung.
"ASN dan warga civitas di kampus wajib menjaga netralitas, integritas, dan profesionalisme. Mereka harus menjadi contoh keteladanan untuk memastikan bahwa Pemilu 2024 berlangsung dalam suasana yang adil, transparan, dan demokratis,” tegasnya.
Hanief mengetahui belakang ini ada berita yang sedang viral di media sosial, ada kampus negeri di Sumatera utara dimana rektornya diduga melakukan 'cawe-cawe' dan dan melakukan pertemuan kepada Pj. Bupati/Wali Kota dan atau pejabat lainnya guna mendukung salah satu calon di Pilkada Sumut tahun 2024.
"Jika ini dilakukan rektor dan pejabat kampus lainnya, apalagi menggunakan fasilatas kampus yang notabenenya fasilitas negara, ini sangat disayangkan dan tidak bermoral dan mengindahkan segala bentuk etika dan kaidah dalam dunia pendidikan," imbuhnya.
Hanief mengatakan pertanggal 14 November 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengabulkan permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024, Pasal 188 Undang-Undang Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 bahwa anggota TNI-Polri yang cawe-cawe menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada bisa dipidana penjara.
"Pasal 188 UU 1/2015 itu mengatur sanksi untuk pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa, atau sebutan lain/lurah yang sengaja melanggar ketentuan Pasal 71 bisa dikenakan pidana penjara dan denda," pungkasnya.(imc/rel)