Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Bersatu Sumatera Utara berunjuj rasa di depan depan kantor Polrestabes Medan Jalan HM Said, Jumat (22/11/2024).(foto: bsk) |
INILAHMEDAN - Medan: Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Bersatu Sumatera Utara berunjuj rasa di depan depan kantor Polrestabes Medan Jalan HM Said, Jumat (22/11/2024).
Aksi mahasiswa ini sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan kasus tindak pidana penganiayaan (Pasal 351 KUHP) dengan unsur kekerasan bersama-sama (Pasal 170 KUHP) yang dilaporkan Erwin.
Selama tujuh bulan, laporan tersebut tidak menunjukkan perkembangan, sedangkan laporan tandingan dari pihak terlapor, insial R, justeru ditindak hanya dalam waktu empat hari, dengan menetapkan Yanty sebagai tersangka.
Demonstrasi yang berlangsung pada sore itu memanas ketika massa mencoba meminta Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan menemui mereka secara langsung, namun permintaan ini tidak diindahkan. Perwakilan Polrestabes Medan yang hadir meminta para demonstran masuk ke dalam kantor untuk berdiskusi, namun ditolak mahasiswa.
"Kami ingin Kapolrestabes Medan datang langsung menemui kami. Jika aspirasi kami tidak didengar," tegas Sutoyo, Koordinator Aksi.
Ketegangan terjadi saat terjadi adu mulut antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang berjaga. Pernyataan Kepala Pos Pengamanan M Marhaenuddin,memicu respons keras mahasiswa.
Kronologi
Kasus ini bermula pada April 2024 di Komplek Cemara Asri, Medan. R diduga melakukan KDRT terhadap istrinya, Sherly, dan dugaan penganiayaan dengan unsur kekerasan bersama-sama terhadap kakak iparnya, Yanty, setelah terjadi konflik rumah tangga yang dipicu campur tangan ibu R, inisial LIKA. Sherly kemudian meminta bantuan Yanty untuk menenangkan situasi, namun R justru diduga melakukan penganiayaan.
Erwin melaporkan R atas dugaan tindak pidana penganiayaan (Pasal 351 KUHP) dengan unsur kekerasan bersama-sama (Pasal 170 KUHP) ke Polrestabes Medan dengan nomor Laporan Polisi LP/B/450/IV/2024. Namun, hingga kini, laporan tersebut terkesan lamban. Sebaliknya, laporan tandingan yang diajukan R terhadap Yanty (istri Erwin) justru lekas diproses, dan Yanty ditetapkan sebagai tersangka dalam 4 hari. Ia bahkan sudah divonis enam bulan penjara.
"Bagaimana bisa satu laporan diproses begitu cepat, sementara laporan lainnya dibiarkan mandek? Kami tidak butuh apa-apa selain keadilan!" seru Sutoyo dalam orasinya.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyampaikan lima tuntutan yakni meminta Polrestabes Medan, khususnya Sat Reskrim Unit Pidum untuk tidak tebang pilih dalam penanganan kasus LP/B/450/IV/2024, Kapolrestabes Medan harus bertindak objektif dan memberikan keadilan tanpa diskriminasi hukum, Kapolda Sumatera Utara diminta mengevaluasi kinerja Kapolrestabes Medan dan jajarannya atas dugaan diskriminasi hukum, kika tidak mampu menyelesaikan kasus tersebut, Kasatreskrim Polrestabes Medan diminta mundur dari jabatannya. Kemudian jika tuntutan tidak dipenuhi, aksi lanjutan akan terus digelar hingga keadilan ditegakkan.
“Kami hanya ingin keadilan yang sebenar-benarnya, tanpa diskriminasi. Jika ini terus berlanjut, kami akan membawa massa yang lebih besar untuk memperjuangkan keadilan,” ujar Sutoyo.
Dalam wawancaranya usai aksi, Sutoyo menyampaikan bahwa kasus ini mencerminkan ketimpangan hukum di Polrestabes Medan.
Ia mengatakan, “Ketika seorang kakak membantu adiknya dalam kasus KDRT, malah justru dilaporkan balik dan langsung dijadikan tersangka dalam tiga hari. Ini sangat janggal!”
Menurut Sutoyo, Polrestabes Medan seharusnya mampu berdialog dengan mahasiswa dan masyarakat untuk menegakkan hukum secara adil. “Polri harus mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jangan ada keberpihakan!” tegasnya.(imc/bsk)